Senin, 01 September 2014

REZIM BARU, KEMISKINAN BERKELANJUTAN..??


Dahulu kita sering mendiskusikan istilah Pembangunan berkelanjutan. Hari ini, agaknya kita harusnya masalah kemiskinan yang berkelanjutan. Pasalnya gerak pembangunan sepertinya sudah tidak perlu didiskusikan lagi; karena secara faktual pembangunan bakal hanya berkutat diseputar wacana. Terlebih lagi, menggelar wacana sudah merupakan hal yang menjadi keahlian pemerintah pusat selama ini.

Dengan realita yang demikian memperhatinkan ini, sulit membayangkan hadirnya secercah titik terang bagi perekonomian rakyat Bangsa ini. Yang jelas dan pasti, lonjakan angka pengangguran sudah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Begitu juga harapan akan terselenggaranya lahan kerja baru bagi para pencari kerja, belum terlihat adanya titik terang. Sementara kreasi dan terobosan Pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan yang  menyangkut perbaikan perekonomian rakyat belum terasa kehadirannya.

Berdasarkan realita yang demikian menglhawatirkan ini, maka kemungkinan terjadinya kemiskinan berkelanjutan merupakan gejala yang dapat berbuah keniscayaan. Untuk itulah, melakukan antisipasi terjadinya berbagai kemungkinan yang buruk, harus sudah dilakukan oleh setiap elit politik yang bertanggungjawab. Kemungkinan terbukanya lobang yang kian membesar untuk menciptakan keresahan menjadi persoalan yang bakal serius dihadapi Bangsa maupun Daerah ini dalam upaya menjaga persatuan dn kelestarian NKRI.

Sayangnya,para elit politik di Negeri bahkan Daerah ini "lebih senang" berdiri diatas kebenaran dan pembenaran diri dari kelompoknya sendiri. Menggunakan kesempitan untuk membuka kesempatan bagi kepentingan subyektif kelompoknya, merupakan gejala yang paling menonjol. Lebih menyedihkan lagi, bukannya mereka berpikir bagaimana nasib rakyat Bangsa maupun Daerah ini dan mencari solusi bagi masalah yang mengancam masa depan Bangsa dan Daerah, tapi tragisnya malah sibuk melempar isue tentang Calon Menteri maupun komposisi Kabinet mendatang.

Belum lagi pertarungan saling tarik kepentingan untuk memperebutkan berbagai posisi strategis dalam Pemerintahan baru, sehingga himbasannya tercermikan dlam kinerja para politisi di DPR yang cenderung lebih mewakili kepentingan partainya ketimbang kepentingan rakyat secara menyeluruh.

Sangat ditakutkan bila kita harus tergiring maupun digiring dalam sebuah dinamika krisis kepemimpinan baik dalam ranah formal (Eksekutif, Legislatif dan Judikatif) maupun informal (Tokoh Masyarakat berikut Institusinya). 

Bila tidak terjadi perubahan pola pikir para elit politik Bangsa maupun Daerah ini secara mendasar (mengubah politisi pasar menjadi negarawan), niscaya kemiskinan berkelanjutan dipastikan bakal menjadi bagian dari kehidupan Bangsa dan Daerah ini dalam beberapa tahun kedepan.

Semoga saja, komposisi Kabinet Pemerintahan baru ala JOKOW-JK mendatang dapat menjawab semua "kegelisahan" rakyat selama ini. Karena yang pasti, rakyat tidak menginginkan lagi para pemimpin yang menganggap bahwa "memiskinkan rakyat" bukanlah sebuah perbuatan dosa...!!
 

Tidak ada komentar: